Dokumentasi Foto Raden Rubini Natawisastra bersama keluarga. (ANTARA - HO-TP2GD)

JAKARTA, iNews.id - Dokter Rubini salah satu sosok dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Dia banyak bergerak di Kalimantan Barat dan saat ini namanya sedang diusulkan menjadi pahlawan nasional.

Nama lengkapnya adalah Raden Rubini Natawisastra. Dia lahir di Bandung pada 31 Agustus 1906.

Menurut biografi yang ditulis Muhammad Rikaz Prabowo, Rubini salah satu dari beberapa dokter lulusan School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen (STOVIA) di Jakarta.

Dia juga menamatkan pendidikan di Nederlands Indische Artsen School (NIAS) di Surabaya, seperti dr Agusjam, dr Ismail, dr Achmad Diponegoro, dr Sunaryo, dr Rehatta, dr Salekan, dan dr Sudarso.

Mereka berkarya lebih dari tugasnya sebagai dokter. Pada 1939, mereka aktif dalam pergerakan kebangsaan melalui Partai Indonesia Raya (Parindra) di Kalimantan Barat.

Selain sebagai pemimpin rakyat, Rubini juga dikenal sebagai tokoh yang berusaha meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan terhadap ibu dan anak.

Dia ingin menurunkan angka kematian ibu dan anak saat melahirkan yang kerap terjadi di praktik bidan tradisional atau dukun beranak.

Selain membuka praktek kedokteran umum di rumahnya di Landraad Weg, yang kini Jalan Jenderal Urip Pontianak, Rubini juga membuka praktek kebidanan yang menghadirkan bidan bersertifikat.

Rubini juga dikenal sebagai dokter yang rendah hati dan tanpa pamrih. Pasien tidak mampu bisa membayar dengan hasil bumi seperti kelapa, dan ayam. Tak jarang Rubini menggratiskan pasiennya.

Hal ini juga kerap ia temui dalam misi sebagai dokter keliling. Secara periodik Rubini mengunjungi desa-desa di luar Pontianak dengan kapal atau perahu agar dapat menjangkau daerah terdalam.

Itulah mengapa nama Rubini cukup melekat di hati masyarakat pedesaan di luar Pontianak, yang kini berada di sekitar wilayah Kubu Raya dan Mempawah.

Usaha Rubini itu dibantu istrinya, Amalia Rubini yang tergabung dalam gerakan Palang Merah. Amalia Rubini juga berinteraksi dengan perkumpulan istri dokter di Pontianak untuk berbagi informasi dan keterampilan seputar pemberdayaan perempuan dan anak.

Kebetulan istri dokter Agusjam, yakni RA Sujarah adalah ketua organisasi Aisiyah yang mengelola sejumlah sekolah di Pontianak, seperti Taman Kanak-Kanak, pengajian perempuan, dan kursus-kursus keterampilan.

Menjelang kedatangan tentara Jepang di Kalimantan karena berkobar Perang Pasifik pada 1941, pemerintah kolonial mengadakan evakuasi terhadap pejabat-pejabat Belanda ke Jawa.

Tokoh-tokoh masyarakat pribumi seperti Rubini turut diajak. Namun Rubini menolak karena kecintaannya kepada Kalbar dan pengabdian untuk masyarakat.

Setelah tenaga-tenaga dokter Belanda dievakuasi dari Kalimantan, keadaan semakin rumit karena kekurangan tenaga kesehatan. Pada Desember 1941 Pontianak sudah mulai dijatuhi bom oleh Jepang yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.

Pemerintah kolonial yang semakin terdesak kemudian mengangkat Rubini sebagai perwira kesehatan cadangan dengan pangkat Letnan Dua untuk mengurusi rumah sakit militer yang ditinggalkan dokter-dokter Belanda.

Bersama dokter-dokter pribumi lainnya yang menolak dievakuasi, Rubini merawat para pasien korban pemboman Jepang.

Sekitar bulan Februari 1942, Jepang yang telah berkuasa di Indonesia membubarkan seluruh organisasi dan kegiatan politik, termasuk Parindra. Rubini tetap berprofesi sebagai dokter. Dia berpura-pura bekerja sama dengan Jepang agar kegiatan-kegiatan politik yang berjalan secara sembunyi tidak terbongkar.

Para aktivis itu kemudian mendirikan organisasi Nissinkwai yang seolah-olah mendukung Jepang. Di sisi lain Rubini mulai menerima laporan-laporan kejahatan Jepang terhadap rakyat, terutama pada kaum perempuan yang menerima kekerasan seksual. 

Bahkan Rubini juga turut merawat kaum perempuan malang tersebut, baik di rumah sakit maupun rumah prakteknya. Hal ini semakin membulatkan tekad dirinya untuk melawan penindasan Jepang.

Jepang kemudian menilai pergerakan aktivis di Nissinkwai sebagai bentuk ancaman. Organisasi itu kemudian dibubarkan. Para aktivisnya bergabung di Pemuda Muhammadiyah agar dapat berdiskusi membicarakan langkah perjuangan dalam selubung kegiatan keagamaan.

Awal tahun 1943, Rubini menerima dr Susilo dan Makaliwey yang datang dari Banjarmasin. Mereka menyampaikan bahwa di Banjarmasin akan ada gerakan melawan Jepang dan meminta Pontianak turut serta.

Rubini pun mulai mengadakan konsolidasi aktivis dan sejumlah tokoh kesultanan untuk melakukan perlawanan terhadap Jepang yang rencananya pada Desember 1943.

Menurut laporan Jepang, Rubini yang dianggap sebagai pemimpin gerakan itu membentuk pasukan bersenjata yang bernama "Soeka Rela".

Nahasnya, rencana aksi ini diketahui Jepang karena adanya sejumlah orang yang berkhianat sebagai mata-mata Jepang. Selain itu kegagalan aksi di Banjarmasin juga menyeret sejumlah nama di Pontianak, termasuk Rubini dan rekan-rekannya.

Mulai bulan Oktober 1943, aksi-aksi penangkapan terhadap para tokoh yang dianggap terlibat atau berbahaya bagi Jepang diciduk dan kemudian banyak yang dieksekusi di Mandor. 

Koran Borneo Sinbun 1 Juli 1944 memberitakan bahwa Jepang telah mengeksekusi orang-orang yang terlibat dalam komplotan perlawanan. Sebanyak 48 di antaranya dianggap sebagai pemimpin perlawanan, termasuk Rubini dan istrinya, Amalia Rubini.

Selain itu, terdapat nama-nama seperti Sultan Syarif Muhammad Alqadri (Sultan Pontianak), Pangeran Agung, Pangeran Adipati, dokter, insinyur, guru, dan masih banyak kaum intelektual lain, termasuk sultan atau panembahan.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat pada 2007 menetapkan tanggal 28 Juni sebagai Hari Berkabung Daerah untuk mengenang perjuangan tokoh-tokoh intelektual dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, seperti Rubini dan rekannya.

Namun penghargaan ini dianggap belum cukup. Rubini tahun 2022 diajukan sebagai calon pahlawan nasional.

Kelayakan disebut pahlawan nasional untuk Rubini karena perjuangannya menentang penjajahan Belanda dan Jepang pada masa itu.

Namanya telah diabadikan di sejumlah tempat untuk mengenang jasa dan perjuangannya, seperti nama jalan di Kota Mempawah, Pontianak, dan Bandung, serta RSUD di Mempawah. Rubini juga menjadi nama taman di Mempawah.

Masyarakat Kalimantan Barat menunggu kabar baik tersebut. Penetapan Raden Rubini Natawisastra atau dokter Rubini sebagai pahlawan nasional.


Editor : Reza Yunanto

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network