Dari pencairan tahap pertama tersebut, tersangka DA hanya menyerahkan Rp1,29 miliar kepada AJ sebagai pelaksana pekerjaan. Sedangkan sisanya sebesar Rp2,7 miliar dikuasai dirinya.
"Sebagian dimasukkan ke dalam rekening pribadi dan sebagian lagi disimpan di rumahnya," kata Imam.
Selanjutnya, pada 5 Juli 2018, tersangka DA menyampaikan pertanggungjawaban penggunaan dana hibah tersebut kepada Gubernur Kalimantan Barat. Dalam penyampaian itu, tersangka DA menyampaikann keterangan bahwa pembangunan MTs Ma’arif NU Kapuas Hulu telah mencapai progres fisik 60 persen.
Setelah itu, pada 5 Juli 2018 dilakukan lagi penarikan dana hibah tahap dua dari rekening lembaga sebesar Rp2 miliar oleh tersangka DA. Dia kembali menyerahkan kepada pelaksana pekerjaan sebesar Rp2,10 miliar.
Pada 26 Desember 2018, tersangka DA melaporkan bahwa pekerjaan fisik MTs Ma'arif tersebut mencapai 95 persen. Akan tetapi hal tersebut tidak sesuai dengan keadaan fisik yang sebenarnya.
"Sebagaimana yang telah dilaporkan pada tahap pertama maupun tahap kedua, untuk membuat seolah anggaran sebagaimana tertera di dalam RAB senilai Rp3,6 miliar telah terealisasi seluruhnya," ucap Imam.
Disebutkan Imam, dari hasil penyidikan, penggunaan anggaran tersebut digelembungkan sebagaimana terdapat dalam laporan pekerjaan dengan nilai RAB Rp6 miliar. Anggaran yang digelembungkan yaitu untuk upah tenaga kerja dinaikkan 30 persen, dan untuk item pekerjaan dinaikkan menjadi 80 persen.
Imam mengatakan, ketiga tersangka ditetapkan menjadi tersangka dengan sangkaan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 31 Tahun 1999 Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi.
Editor : Reza Yunanto
Artikel Terkait