Dokumentasi Foto Raden Rubini Natawisastra bersama keluarga. (ANTARA - HO-TP2GD)

Sekitar bulan Februari 1942, Jepang yang telah berkuasa di Indonesia membubarkan seluruh organisasi dan kegiatan politik, termasuk Parindra. Rubini tetap berprofesi sebagai dokter. Dia berpura-pura bekerja sama dengan Jepang agar kegiatan-kegiatan politik yang berjalan secara sembunyi tidak terbongkar.

Para aktivis itu kemudian mendirikan organisasi Nissinkwai yang seolah-olah mendukung Jepang. Di sisi lain Rubini mulai menerima laporan-laporan kejahatan Jepang terhadap rakyat, terutama pada kaum perempuan yang menerima kekerasan seksual. 

Bahkan Rubini juga turut merawat kaum perempuan malang tersebut, baik di rumah sakit maupun rumah prakteknya. Hal ini semakin membulatkan tekad dirinya untuk melawan penindasan Jepang.

Jepang kemudian menilai pergerakan aktivis di Nissinkwai sebagai bentuk ancaman. Organisasi itu kemudian dibubarkan. Para aktivisnya bergabung di Pemuda Muhammadiyah agar dapat berdiskusi membicarakan langkah perjuangan dalam selubung kegiatan keagamaan.

Awal tahun 1943, Rubini menerima dr Susilo dan Makaliwey yang datang dari Banjarmasin. Mereka menyampaikan bahwa di Banjarmasin akan ada gerakan melawan Jepang dan meminta Pontianak turut serta.

Rubini pun mulai mengadakan konsolidasi aktivis dan sejumlah tokoh kesultanan untuk melakukan perlawanan terhadap Jepang yang rencananya pada Desember 1943.

Menurut laporan Jepang, Rubini yang dianggap sebagai pemimpin gerakan itu membentuk pasukan bersenjata yang bernama "Soeka Rela".

Nahasnya, rencana aksi ini diketahui Jepang karena adanya sejumlah orang yang berkhianat sebagai mata-mata Jepang. Selain itu kegagalan aksi di Banjarmasin juga menyeret sejumlah nama di Pontianak, termasuk Rubini dan rekan-rekannya.


Editor : Reza Yunanto

Halaman Selanjutnya
Halaman :
1 2 3 4
BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network