SAMBAS, iNews.id - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Kalbar) mengutuk keras aksi bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Bom bunuh diri itu dianggap sebagai aksi teroris yang membawa nama agam.
"Atas nama MUI Sambas kami sangat mengutuk aksi terorisme yang membawa nama agama. Aksi pengeboman adalah aksi yang sangat dilarang baik dari sisi agama maupun kemanusiaan," kata Sekretaris MUI Sambas, Sumar'in, Senin (29/3/2021).

Dermaga Perigi Piai di Sambas Kembali Beroperasi, Penyeberangan Dilayani KMP Kerapu
Sumar menambahkan, aksi tersebut tentu jangan sampai terulang lagi termasuk di Sambas. Untuk itu, dia mengimbau agar masayarakat menjaga kerukunan umat beragama.
"Kita atas nama bangsa harusnya mampu menjaga kerukunan antara umat beragama," kata dia.

18 Korban KMP Bili Tenggelam di Sambas Dapat Santunan Jasa Raharja
"Aksi membunuh sangat dilarang agama karena membunuh seseorang yang tidak melakukan kerusakan di bumi maka sama dengan membunuh seluruh manusia di bumi ini!" katanya.
Dia juga mengajak masyarakat di Sambas dan seluruh Kalbar untuk menjaga keamanan dan kenyamanan sehingga keutuhan NKRI dan keberagaman terus terjalin.

Infografis Pria di Sambas yang Ditangkap karena Jual Burung Bayan Ajukan Praperadilan
"Tugas bersama kita menjaga dan merawat kerukunan sesama anak bangsa dini. Sekali lagi aksi kekerasan dan teroris harus bersama kita cegah," kata dia.
Sebelumnya, Polda mengimbau kepada masyarakat di provinsi tersebut agar tidak panik menyusul adanya aksi bom bunuh diri di pintu gerbang Gereja Katedral Makassar di Jalan Kajaolalido, MH Thamrin, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3) pagi.
"Kami imbau masyarakat tetap waspada dan tidak panik yang berlebihan pasca-aksi bom bunuh diri di Makassar," kata Kepala Bidang Humas Polda Kalbar, Kombes Pol Donny Charles Go.
Ia juga berharap, peran aktif masyarakat untuk melaporkan kepada pihak aparat penegak hukum apabila mencurigai ada aktivitas masyarakat yang mencurigakan agar bisa ditindak maupun dicegah.
Editor: Nur Ichsan Yuniarto













