Profil Rubini Natawisastra, Dokter Asal Bandung yang Mengabdi di Kalbar dan Kini Jadi Pahlawan Nasional

Awal tahun 1943, Rubini menerima dr Susilo dan Makaliwey yang datang dari Banjarmasin. Mereka menyampaikan jika di Banjarmasin akan ada gerakan melawan Jepang dan meminta Pontianak turut serta.
Rubini pun mulai mengadakan konsolidasi aktivis dan sejumlah tokoh kesultanan untuk melakukan perlawanan terhadap Jepang yang rencananya pada Desember 1943.
Menurut laporan Jepang, Rubini yang dianggap sebagai pemimpin gerakan itu membentuk pasukan bersenjata yang bernama "Soeka Rela".
Nahasnya, rencana aksi ini diketahui Jepang karena adanya sejumlah orang yang berkhianat sebagai mata-mata Jepang. Selain itu kegagalan aksi di Banjarmasin juga menyeret sejumlah nama di Pontianak, termasuk Rubini dan rekan-rekannya.
Mulai bulan Oktober 1943, aksi-aksi penangkapan terhadap para tokoh yang dianggap terlibat atau berbahaya bagi Jepang diciduk dan kemudian banyak yang dieksekusi di Mandor.
Koran Borneo Sinbun 1 Juli 1944 memberitakan bahwa Jepang telah mengeksekusi orang-orang yang terlibat dalam komplotan perlawanan. Sebanyak 48 di antaranya dianggap sebagai pemimpin perlawanan, termasuk Rubini dan istrinya, Amalia Rubini.
Selain itu, terdapat nama-nama seperti Sultan Syarif Muhammad Alqadri (Sultan Pontianak), Pangeran Agung, Pangeran Adipati, dokter, insinyur, guru, dan masih banyak kaum intelektual lain, termasuk sultan atau panembahan.
Atas jasanya itu, nama Rubini telah diabadikan di sejumlah tempat untuk mengenang jasa dan perjuangannya, seperti nama jalan di Kota Mempawah, Pontianak, dan Bandung, serta RSUD di Mempawah. Rubini juga menjadi nama taman di Mempawah.
Sementara itu, Menko Polhukam selaku Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Mahfud MD mengatakan, Raden Rubini Natawisastra telah menjalankan misi kemanusiaan sebagai dokter keliling pada saat kemerdekaan.
Editor: Nur Ichsan Yuniarto